Hijrah, Pilihan dan Kesetiaan
Setelah Bai’at Aqobah I dan II, Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib. Sedangkan Rasulullah tetap di Makkah, menunggu izin dari Allah.Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberikan saudara-saudara untuk kalian di negeri yang aman.”
Hijrahnya umat Islam bukanlah sesuatu yang mudah yang kaum Quraisy senang mendengarnya. Kaum Quraisy memberikan rintangan di jalan antara Makkah dan Yatsrib. Mereka mengganggu umat Islam dengan berbagai cara.
Diantara mereka ada yang terpaksa meninggalkan istri dan anaknya di Makkah, seperti yang dialami oleh Abu Salamah. Adapula yang melepaskan usaha dan penghasilan mereka selama hidup di Makkah, seperti yang dilakukan oleh Shuhaib.
Umar bin Khothob juga hijrah ke Yatsrib. Demikian pula dengan Tholhah, Hamzah, Zaid bin Haritsah, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Abu Hudzaifah, Utsman bin Affan, dan lain sebagainya. Tidak ada yang tertinggal bersama Rasulullah di Makkah selain Ali, Abu bakar, dan orang-orang yang ditahan dan mendapat cobaan.
***
Dakwah tauhid Rasulullah berbuah permusuhan, bahkan ancaman pembunuhan, sehingga mengharuskan kaum muslimin untuk hijrah. Dan dengan tauhid inilah akan bisa melepaskan seseorang dari apa yang dicintainya; keluarganya, temannya, bahkan tanah airnya.
Rasulullah berbicara tentang kota Makkah, “Betapa aku sangat bangga dan cinta kepadamu. Seandainya kaumku tidak mengusirku keluar darimu, aku tidak akan tinggal di tempat lain.” (HR Tirmidzi)
Hijrah merupakan pilihan menyelamatkan keimanan dan ujian kesetiaan.(gusWAH)