Sayang Tanpa Syarat
Sudah diketahui dengan pasti bahwa Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim. Namun, ia beruntung memiliki keluarga yang sangat sayang dan peduli.
Ketika Muhammad berusia enam tahun, ibunya membawanya ke kota Yatsrib untuk mengunjungi makan suaminya. Dalam perjalanan pulang, Aminah meninggal di Abwa. Lalu Muhammad kecil tinggal bersama kakeknya yang sangat sayang kepadanya, yang mengajaknya duduk bersama di permadani berpayungkan Ka’bah. Ketika itu, Abdul Muthalib sudah mendekati 80 tahun.
Hal ini dapat dilihat dari kisah berikut ini: Suatu hari, anak-anak, cucu-cucu Abdul Muthalib dan beberapa bangsawan Makkah menunggu kedatangan Abdul Muthalib. Mereka sangat menghormatinya, karena ia adalag pengurus rumah suci dan pemimpin Quraisy.
Tidak ada satupun dari mereka berani mendekati ujung tikar yang disediakan oleh anak-anak Abdul Muthalib yang dihamparkan dibawah naungan Ka’bah. Tiba-tiba, Muhammad datang dan langsung duduk di tengah hamparan tikar tersebut. Anak-anak Abdul Mutahlib segera menyingkirkannya. Ketika itu, Abdul Mutahlib melihatnya dari kejauhan. Ia segera meminta mereka untuk mengembalikan Muhammad ke tempat duduknya semula.
Bahkan diceritakan hampir di setiap kesempatan, Abdul Muthalib selalu mengajak Muhammad ke pertemuan penting dengan para pemuka masyarakat Makkah.
***
Mencintai dan menyayangi anak adalah bagian dari keberagamaan kita. Rasulullah menegaskan bahwa orang yang tidak mengasihi, tidak akan dikasihi (HR Bukhari).
Dalam buku Goleman Emotional Intelegence, Philip Harden dan Robert Phil meneliti murid-murid SD yang mempunyai IQ diatas rata-rata, namun nilai raportnya buruk. Melalui pengujian neuropsikologis, ditemukan bahwa mereka memiliki fungsi korteks frontal yang cacat. Hal ini disebabkan karena pengalaman masa kecilnya yang salah, misalkan tidak disayang.
Jadi, kalau kita menyayangi anak dengan tanpa syarat, in sya Allahanak kita akan memiliki kecerdasan yang beragam (kemampuan bahasa, musik, ruang, matematik, gerak tubuh, hubungan dengan orang lain, pemahaman diri, dan pemahaman lingkungan).
Mari kita perbaiki diri kita, terutama pola hubungan dengan anak-anak kita. (gusWAH)